Pengolaan Persampahan
Pengelolaan sampah merupakan kegiatan yang
berhubungan dengan penanganan sampah mulai dari penyimpanan, pengumpulan,
pengangkutan, hingga pemusnahan dan pengolahan sehingga sampah tidak akan
mengganggu kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup. Pengelolaan sampah tidak
hanya meliputi kepentingan kesehatan saja, tetapi juga keindahan lingkungan. Praktek
pengelolaan sampah berbeda-beda antara negara maju dan negara berkembang,
berbeda juga antara daerah perkotaan dan daerah pedesaan, dan berbeda juga
antara daerah pemukiman dengan kawasan industri. Pengelolaan sampah juga
dipengaruhi sifat-sifat sampah. Berdasarkan dapat-tidaknya dibakar, sampah
terbagi menjadi dua. Sampah yang mudah terbakar, misalnya kertas, kain,
plastik, karet, dan kayu. Dan sampah yang tidak mudah terbakar, misalnya
logam/besi, dan pecahan gelas/kaca. Sedangkan berdasarkan kemampuan diurai oleh
alam (Biodegradability) sampah
terbagi menjadi:
1.
Biodegradable,
yaitu sampah yang dapat diuraikan secara sempurna oleh proses biologi baik
aerob maupun anaerob atau disebut juga sampah organik. Contohnya sampah dapur,
daun-daunan, sisa-sisa hewan, sampah pertanian dan perkebunan. Sampah ini dapat
digunakan bahan pembuatan kompos.
2.
Non-biodegradable,
yaitu sampah yang sangat sulit/tidak bisa diuraikan oleh proses biologi atau
disebut juga sampah anorganik. Sampah
non-biodegradable terbagi atas dua bagian, yaitu:
·
Recyclable
: sampah yang dapat diolah dan digunakan kembali karena memiliki nilai secara
ekonomi. Contohnya plastik, kertas, pakaian, dan lain-lain. · Non-recycable : sampah yang tidak memiliki nilai ekonomi dan tidak dapat diolah atau diubah kembali seperti tetra packs, carbon paper, dan thermo coal.
Cara Pengelolaan Limbah Padat (Sampah)
Ada dua pola dasar dalam pengelolaan limbah padat,
yaitu:
1.
Konvensional
Pola
konvensional bersifat pasif dan lebih menitikberatkan pada penanganan sampah
yang dihasilkan (end of pipe). Pola
ini lebih memfokuskan pada bagaimana menangani sampah yang telah ada dan
terkumpul dari sumbernya. Sehingga, sistematika kerja yang digunakan masih
mengandalkan berbagai pola penanganan yang dilakukan pemerintah. Misalnya,
sistem manajemen pembentukan TPA, pengolahan akhir yang dapat dipakai berulang (reusable sanitary landfill), penggunaan
alat pembakar sampah (insenerator), penanaman/penimbunan sampah (landfilling), serta sistem pembuangan
terbuka (open dumping).
Pengumpulan sampah merupakan tanggungjawab
dari masing-masing rumah tangga atau institusi yang menghasilkan sampah. Namun,
manajemen, sistem pengangkutan hingga pengolahan lanjutan di perkotaan
merupakan tanggungjawab pemerintah setempat. Karena itu, dalam pola ini ada
keterlibatan pemerintah daerah dan negara sebagai penyedia TPA, anggaran dan
pajak sampah, serta penyediaan sarana dan tenaga pengangkutan sampah.
Pengelolaan sampah dengan pola ini, hanya
berfokus pada penanganan sampah agar tidak berserakan dilingkungan saja, sehingga
hanya menyelesaikan permasalahan pada ‘kulit’nya saja tanpa menyentuh akar
permasalahan manajemen sampah.
2.
Mencegah
timbulnya masalah sampah sebelum ada (Clean
Production)
Pola ini cenderung lebih aktif dan penanganannya
bersifat preventif. Bertolakbelakang dengan pola sebelumnya di mana pemerintah
yang memegang peranan penting dalam pengelolaan sampah, pola clean production lebih mengedepankan
lokalitas di mana setiap individu mempunyai kebijakan lokal serta berperan
penting dalam menangani masalah sampah. Konsep ini dijalankan secara mandiri
oleh konsumen dalam hal ini masyarakat, sehingga memunculkan kesadaran diri
yang bersifat clean production yaitu
dengan menentukan skala prioritas sebelum membeli suatu produk atau komoditi
yang tahan lama, dapat didaur ulang, dan ramah lingkungan. Kesadaran ini
didasari oleh perlakuan terhadap komoditi dengan menerapkan prinsip 4 R (Recycle, Reuse, Reduce and Replace).
a.
Recycle,
atau daur ulang merupakan program untuk mengolah dan mengubah sampah menjadi
sesuatu yang berguna dan memiliki nilai ekonomis. Misalnya, kertas dan plastik
dapat diolah menjadi kerajinan tangan seperti bunga hias, tempat pensil, dan
sebagainya. Kardus bekas dapat dibuat menjadi rak buku dan hiasan lainnya, dan
sampah dapur dapat diolah dan didaur ulang menjadi pupuk.
b.
Reuse,
merupakan program pemakaian kembali sampah sisa konsumsi produk, untuk
mengurangi konsumsi terhadap bahan dengan fungsi yang sama. Misalnya mengisi
kembali botol-botol minuman, kaleng bekas digunakan sebagai pot, dan sebagainya.
c.
Reduce, merupakan pengurangan timbulan sampah
yang dihasilkan pola konsumsi masyarakat. Semakin banyak bahan atau produk yang
dikonsumsi, maka semakin banyak pula sampah yang dihasilkannya.
d.
Replace,
menggantikan produk yang dapat menghasilkan sampah yang lebih banyak dengan
produk yang dapat dipakai dalam jangka waktu yang lebih lama sehingga
mengurangi produksi sampah produk dengan fungsi yang sama. Misalnya, kebiasaan
membeli air minum dalam kemasan diganti dengan membeli tempat air minum dari
plastik atau aluminium yang lebih tahan lama dan digunakan berulang-ulang.
Dengan begitu, produksi sampah botol plastik bekas air mineral dapat dikurangi.
DAFTAR PUSTAKA
Mundiatun dan
Daryanto. 2015. Pengelolaan Kesehatan
Lingkungan. Yogyakarta: Penerbit Gava Media
Notoatmodjo, S.
2011. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni –
Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar