Rabu, 23 November 2016



Pengolaan Persampahan
Pengelolaan sampah merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penanganan sampah mulai dari penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, hingga pemusnahan dan pengolahan sehingga sampah tidak akan mengganggu kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup. Pengelolaan sampah tidak hanya meliputi kepentingan kesehatan saja, tetapi juga keindahan lingkungan. Praktek pengelolaan sampah berbeda-beda antara negara maju dan negara berkembang, berbeda juga antara daerah perkotaan dan daerah pedesaan, dan berbeda juga antara daerah pemukiman dengan kawasan industri. Pengelolaan sampah juga dipengaruhi sifat-sifat sampah. Berdasarkan dapat-tidaknya dibakar, sampah terbagi menjadi dua. Sampah yang mudah terbakar, misalnya kertas, kain, plastik, karet, dan kayu. Dan sampah yang tidak mudah terbakar, misalnya logam/besi, dan pecahan gelas/kaca. Sedangkan berdasarkan kemampuan diurai oleh alam (Biodegradability) sampah terbagi menjadi:
1.      Biodegradable, yaitu sampah yang dapat diuraikan secara sempurna oleh proses biologi baik aerob maupun anaerob atau disebut juga sampah organik. Contohnya sampah dapur, daun-daunan, sisa-sisa hewan, sampah pertanian dan perkebunan. Sampah ini dapat digunakan bahan pembuatan kompos.
2.      Non-biodegradable, yaitu sampah yang sangat sulit/tidak bisa diuraikan oleh proses biologi atau disebut juga sampah anorganik. Sampah non-biodegradable terbagi atas dua bagian, yaitu:
·         Recyclable : sampah yang dapat diolah dan digunakan kembali karena memiliki nilai secara ekonomi. Contohnya plastik, kertas, pakaian, dan lain-lain. 
·         Non-recycable : sampah yang tidak memiliki nilai ekonomi dan tidak dapat diolah atau diubah kembali seperti tetra packs, carbon paper, dan thermo coal.
Cara Pengelolaan Limbah Padat (Sampah)
Ada dua pola dasar dalam pengelolaan limbah padat, yaitu:
1.      Konvensional
Pola konvensional bersifat pasif dan lebih menitikberatkan pada penanganan sampah yang dihasilkan (end of pipe). Pola ini lebih memfokuskan pada bagaimana menangani sampah yang telah ada dan terkumpul dari sumbernya. Sehingga, sistematika kerja yang digunakan masih mengandalkan berbagai pola penanganan yang dilakukan pemerintah. Misalnya, sistem manajemen pembentukan TPA, pengolahan akhir yang dapat dipakai berulang (reusable sanitary landfill), penggunaan alat pembakar sampah (insenerator), penanaman/penimbunan sampah (landfilling), serta sistem pembuangan terbuka (open dumping).
     Pengumpulan sampah merupakan tanggungjawab dari masing-masing rumah tangga atau institusi yang menghasilkan sampah. Namun, manajemen, sistem pengangkutan hingga pengolahan lanjutan di perkotaan merupakan tanggungjawab pemerintah setempat. Karena itu, dalam pola ini ada keterlibatan pemerintah daerah dan negara sebagai penyedia TPA, anggaran dan pajak sampah, serta penyediaan sarana dan tenaga pengangkutan sampah.
     Pengelolaan sampah dengan pola ini, hanya berfokus pada penanganan sampah agar tidak berserakan dilingkungan saja, sehingga hanya menyelesaikan permasalahan pada ‘kulit’nya saja tanpa menyentuh akar permasalahan manajemen sampah.
2.      Mencegah timbulnya masalah sampah sebelum ada (Clean Production)
Pola ini cenderung lebih aktif dan penanganannya bersifat preventif. Bertolakbelakang dengan pola sebelumnya di mana pemerintah yang memegang peranan penting dalam pengelolaan sampah, pola clean production lebih mengedepankan lokalitas di mana setiap individu mempunyai kebijakan lokal serta berperan penting dalam menangani masalah sampah. Konsep ini dijalankan secara mandiri oleh konsumen dalam hal ini masyarakat, sehingga memunculkan kesadaran diri yang bersifat clean production yaitu dengan menentukan skala prioritas sebelum membeli suatu produk atau komoditi yang tahan lama, dapat didaur ulang, dan ramah lingkungan. Kesadaran ini didasari oleh perlakuan terhadap komoditi dengan menerapkan prinsip 4 R (Recycle, Reuse, Reduce and Replace).
a.       Recycle, atau daur ulang merupakan program untuk mengolah dan mengubah sampah menjadi sesuatu yang berguna dan memiliki nilai ekonomis. Misalnya, kertas dan plastik dapat diolah menjadi kerajinan tangan seperti bunga hias, tempat pensil, dan sebagainya. Kardus bekas dapat dibuat menjadi rak buku dan hiasan lainnya, dan sampah dapur dapat diolah dan didaur ulang menjadi pupuk.
b.      Reuse, merupakan program pemakaian kembali sampah sisa konsumsi produk, untuk mengurangi konsumsi terhadap bahan dengan fungsi yang sama. Misalnya mengisi kembali botol-botol minuman, kaleng bekas digunakan sebagai pot, dan sebagainya.
c.       Reduce, merupakan pengurangan timbulan sampah yang dihasilkan pola konsumsi masyarakat. Semakin banyak bahan atau produk yang dikonsumsi, maka semakin banyak pula sampah yang dihasilkannya.
d.      Replace, menggantikan produk yang dapat menghasilkan sampah yang lebih banyak dengan produk yang dapat dipakai dalam jangka waktu yang lebih lama sehingga mengurangi produksi sampah produk dengan fungsi yang sama. Misalnya, kebiasaan membeli air minum dalam kemasan diganti dengan membeli tempat air minum dari plastik atau aluminium yang lebih tahan lama dan digunakan berulang-ulang. Dengan begitu, produksi sampah botol plastik bekas air mineral dapat dikurangi.



DAFTAR PUSTAKA
Mundiatun dan Daryanto. 2015. Pengelolaan Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Penerbit Gava Media
Notoatmodjo, S. 2011. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar